My nephews
Tubuhnya yang bongsor bertengger di kursi empuk di depan meja belajarnya. Anak itu sedang asik mengamati layar laptop deolah tak ingin diganggu. Benar saja ketika aku bertanya padanya apakah ia telah memberi makan anjing kesayangannya ia hanya menunjukkan sikap tak acuh. .
"Ah Bude ganggu aja..!! Sekarang Eyang yang kasih makan, Budee..!!" Katanya kesal.
Aku amati anak itu balakangan ini sudah mulai berubah sifatnya. Dulu Maureen, nama ponakanku itu, adalah anak yang ramah, cantik dan periang. Tiap aku pulang kantor pasti ia menyambutku dengan riang. Kini setelah ia menginjak remaja perangainya berubah. Ia menjadi anak yang menyebalkan menurutku karena tiap kali diajak bicara ia selalu judes dan mau menang sendiri. Apakah karena polah asuh orang tuanya yang salah? Ayah bundanya memang selalu sibuk bekerja, berangkat pagi pulang malam. Bundanya bekerja di sebuah bank asing, sedang ayahnya memiliki showroom mobil. Soal pekerjaan rumah tampaknya anak anak kurang diperhatikan orang tuanya. Beruntung kakek mereka seorang dosen, paling tidak ada yang mengontrol keseharian belajar mereka. Maureen sudah mulai terlihat bakatnya. Ia pandai bermain gitar sambil menyanyi lagu lagu berbahasa Inggris khas anak anak perkotaan jaman sekarang. Aku pikir akan lebih baik bakatnya disalurkan dalam ajang pencarian bakat anak anak. Saat SD tubuhnya mungil tapi kini semakin gemuk. Kalau makan, lebih banyak lauk pauknya daripada nasi yang ada di piringnya. Kata Mama teman teman Maureen juga sama judesnya dengan dia. Sahabat sahabat sekolahnya yang berjumlah tiga orang kadang main ke rumah dan anak anak itu dengan gaya bicara yang ceplas ceplos dan sedikit angkuh selalu meramaikan suasana kalau sudah berkumpul.
Adik Maureen, Mario namanya hanya beda usia dua tahun dengan kakaknya. Tinggi badannya sudah melebihi seluruh anggota keluarga di rumah. Hanya kulitnya mulai tampak gelap karena pulang sekolah ia lebih suka berpanas panas bermain sepeda dengan teman temannya. Kalau libur ia lebih suka mengajak orang tuanya berenang, beda dengan Maureen yang lebih suka ke mall. Mario lebih ramah, hanya saja ia kadang bertengkar dengan eyang putrinya berebut saluran tv di ruang tamu. Padahal di kamarnya sudah ada tv sendiri tapi ia lebih suka merecoki kakek neneknya.
"Maureen...!! Sudah mandi??" kudengar Bundanya teriak dari arah kamar.
"Iya Bun, sebentar lagi!" Gadis bongsor itu mematikan laptopnya dan menuju ke kamar mandi. Satu jam kemudian mereka kulihat menuruni anak tangga di ruang tamu dengan mengenakan gaun dengan corak dan warna yang sama.
"Wow...., kembaran nih... Mau ke mana neng?" Tanyaku. Kakek neneknya senyum senyum memperhatikan tingkahnya.
" Mau nonton di PIM" katanya singkat.
Bajunya berwarna pastel dan tas slempang mungil bertengger di pundaknya dengan warna hijau muda. Rambut panjangya diikat ekor kuda. Di belakangnya menyusul ayah dan adiknya mengenakan sepatu casual dan bercelana sebatas lutut. Tak lama mobil mereka berlalu meninggalkan halaman rumah.
Malamnya ketika tiba di rumah, kulihat masing masing membawa tas belanja. Adikku dan suaminya ternyata habis belanja barang kebutuhan sehari hari di supermarket. Mario menenteng tas berisi bola basket baru dan Maureen mengeluarkan bungkusan berisi buku agenda cantik dan tempat pensil.
"Wah bagus sekali Kak." Kataku memuji.
"Ini buat kado Farah, Bude, besok dia ulang tahun dirayain di KFC." Katanya.
"Bungkus kadonya bagus nggak, Bude?" Tumben dia bertanya padaku, biasanya cuek.
"Bagus!" Pujiku melihat bungkus kado dengan motif hati berwarna pink.
"Sini Bude bungkusin," aku mencoba menawarkan bantuan. Anak itu mengangguk. Sementara Mario kulihat sedang berbincang dengan seorang temannya yang baru datang. Rupanya temannya itu malam ini akan menginap di rumah. Aku berdoa semoga ponakan ponakanku menjadi anak anak yang pintar, santun dan berbakti pada orang tua.