Rabu, 16 September 2015

Rumah di tepi jalan tol


     Dengan hati hati kubawa motorku memeasuki pekarangan rumah yang mungil.  Rumah mungil bercat krem yang baru mulai aku cicil angsurannya sejak beberapa bulan terakhir ini.  Pagar pekarangan belum terpasang dan kubiarkan seonggok pohon semangka menjalar di tanahnya yang subur.  Tanaman lidah buaya besar sengaja kutanam di bawah jendela kamar.  jauhjauh kubawa dari rumah orang tuaku di Jakarta untuk bisa kupetik manfaat daunnya bila aktifitas menjelang cuci rambut tiba.  Teralis jendela kamar terlihat cantik dengan bentuknya yang menyerupai tangkai dahan dengan bunga di ujungnya.

     Tetangga sebelah kiri rumah adalah sepasang suami istri dengan seorang anak perempuan yang sering kulihar bermain di pekarangan rumah.  Ayahnya seorang supir perusahaan swasta bonafit sementara ibunya seorang ibu rumah tangga yang rajin ngerumpi. Rumah di sebelah kanan belum dihuni.  Entahlah tidak ada yang pernah menengok rumah itu. Mungkin belum laku terjual oleh developernya.  Ada cerita tersendiri tentang rumah itu.  Suatu malam saat aku ke kamar mandi, aku  dengar seperti segerombolan orang tertawa tawa dari arah rumah itu.  Aku berpikir mungkinkah tiba tiba rumah kosong itu berpenghuni?? Merinding aku mengingatnya  karena kawasan itu adalah kawasan hunian baru..Sebelumnya daerah itu adalah kawasan pinggir jalan tol berupa rawa rawa dan sebidang hutan.  Di sebrang jalan raya sana ada sungai besar melintang dengan aliran airnya yang tenang.  Ilalang masih banyak terlihat di sana sini.  Beberapa rumah penduduk menyebar di sepanjang tepi sungai.  Cerita tentang hutan kecilnya. beberapa malam lalu saat aku berboncengan motor dengan temanku, kulihat dalam temaram malam di kejauhan sana dari arah hutan sesosok ular melintas meliuk liukan tubuhnya. Aku menjerit kecil  melihatnya dan kuminta Rani temanku itu tancap gas jangan sampai roda motor mengenai ular itu.

     Rani adalah teman akrabku selama aku tinggal di sana. Seorang gadis centil yang masih duduk di bangku SLTA.  Orang tuanya punya banyak anak. Dia anak kedua.  Kakaknya perempuan adalah pribadi yang kalem dan manis.  Sementara adik bungsunya menderita penyakit kelainan genetik.  Wajahnya jauh kelihatan tua dibanding umurnya yang masih kanak kanak. Orang tuanya mengontrak rumah di perumahan itu.  Entah apa pekerjaan ayahnya tetapi ibunya seorang wanita cantik yang ramah, seorang ibu rumah tangga biasa.  Tentang Rani tak heran ibunya sangat berterima kasih padaku karena telah memberi perhatian lebih padanya di tengah kondisi ekonomi keluarga yang serba pas pasan.  Terbayang bagaimana keluarga itu bersusah payah memenuhi kebutuhan hidupnya. 

     Tetangga tetangga lain di lingkungan perumahan itu banyak pula yang menyenangkan.  Mereka ramah padaku.  Beberapa waktu lalu dua orang ibu muda, Mia dan Sisi menyambangi rumahku sekedar untuk berbincang bincang,  Sebagai seorang wanita yang belum menikah dan jauh dari orang tua tentu aku merasa terhibur dengan kehadiran mereka hingga aku tidak merasa kesepian.
    "Aduh kemarin rumahku kemasukan ular.  Masih banyak ular ya daerah ini..." Mia mengeluh sambil mengayun ayun bayi yang digendongnya kala itu.
Aku terkekeh, "Minggu lalu waktu aku mau menyalakan kran di pekarangan, di got nggak sengaja kulihat ular lagi berendam di situ.  Warnanya abu abu." Timpalku   Memang got perumahanku agak lebar dan dalam, aliran airnya kelihatan jernih jadi kalau ada hewan berdiam di situ pasti tampak. 

     Ada pula cerita lainnya.  Di awal awal pertama aku pindah ke sana, suatu siang saat berjalan, di samping sebuah rumah yang merupakan sebidang tanah kosong kulihat segerombolan ulat kaki seribu atau orang kadang menyebutnya luwing melata di dinding rumah itu.  Jumlahnya sangat banyak hingga membuatku geli.  Kini aku terbiasa melihat hewan itu melata di lantai rumahku.  

     Lalu kuingat pula cerita tentang ulat bulu.  Waktu itu aku masih mengontrak rumah teman kantorku baru pindah ke wilayah itu.  Pintu belakang rumah temanku itu berbulan bulan tidak pernah kubuka.  Aku hanya sering memandang lewat jendela dan menyadari bahwa kelamaan pagar pekarangan belakang ditumbuhi tanaman merambat.  Ketika aku berniat membuka pintunya aku terkejut karena atanaman merambat itu dipenuhi dengan ulat bulu.  Esoknya aku langsung minta tolong seorang bapak warga kampung sekitar untuk memangkas pohon pohonnya.  Bisa dibayangkan ulat ulat bulu dengan jumlah puluhan itu panik berlarian dan membuatku sangat geli..

     Tapi yang membuatku girang tinggal di sana adalah saat melihat sekawanan kambing mencari rumput.  Udara di sana juga masih sejuk, ditambah bunga bunga cantik bermekaran di sana sini.  Aku pindah ke kota itu karena perusahaan tempat aku bekerja baru membuka pabrik di tempat itu.

     Sore ini aku ingat ada janji dengan Rani untuk jalan-jalan ke alun-alun kota.  Di sana sudah banyak perumahan baru yang dibuka oleh developer-developer besar.  Bahkan apartmen juga sudah mulai ada.  Kabupaten ini sudah berubah menjadi kabupaten yang kaya karena keberadaan kawasan industri yang dihuni oleh perusahaan-perusahaan raksasa. 
 Benar saja sehabis mandi kulihat Rani sudah menampakkan batang hidungnya di pintu rumah.  Wajahnya ceria, "Ayo mba kita jalan...." ujarnya bersemangat.
     "Oke." Sahutku.
Di malam minggu yang cerah itu kami jalan-jalan di alun-alun dan membeli makanan.  Kami membeli martabak telur yang sudah terkenal enak di sana.  Mau membeli saja harus antri.  Menu enak lainnya adalah Mie Ayam Baso Gaul yang selalu ramai oleh pembeli.  Di seberang alun-alun ada toko penyewaan kaset DVD.  Kami mampir ke situ dan meminjam beberapa keping film. 

     Sepuluh tahun terlalu berlalu.  Rumah di tepi jalan tol itu tidak lagi kutempati.  Kredit kepemilikannya telah berpindah ke rekan kantor karena aku telah menjualnya.  Ya karena lima tahun lalu kuputuskan untuk berhenti bekerja.  Targer perusahaan yang terus mewajibkanku lembur kala itu membuatku semakin letih di tiap harinya.  Kuputuskan untuk kembali ke kota kelahiranku dan membuka usaha kantin makan.  Tidak pernah lagi kusinggahi perumahan yang telah selama beberapa tahun itu kudiami.  Sesekali kalau ke luar kota dan melintas di jalan tol itu baru kusempatkan untuk memandanginya sampai menghilang di pelupuk mata.  Kudengar Rani sudah diterima bekerja di perusahaan besar di sana.  Semoga anak itu akan menjadi orang sukses dan bisa membahagiakan keluarganya, orang tuanya.  Ilalang di tepian tol berayun-ayun.  Biarlah kenangan kutinggalakan di situ.  Biar hatiku tidak merasa menyesal telah meninggalkan kehidupanku di sana.....



























Tidak ada komentar:

Posting Komentar